cukup diklik, buku tiba di rumah

Toko Buku Online Belbuk.com

Minggu, 06 November 2016

Gita Cinta dari SMA

Gita Cinta dari SMA
Oleh : Eddy D. Iskandar
Berat : 0.20 kg
Tahun : 2016
Halaman : 144
ISBN : 9786023745364
Penerbit : Yrama Widya
Harga : Rp31.500
Harga Normal : Rp35.000
Diskon : 10%
Sinopsis
Tampaknya cukup telat jika megulas novel Gita Cinta dari SMA karya Eddy D. Iskandar sekarang. Namun, untuk para pembaca yang belum berkenalan dengan pasangan fenomenal Galih dan Ratna, novel ini direkomendasikan untuk menjadi salah satu koleksi Anda. Mengapa demikian? Karena novel ini adalah karya abadi, karya yang tak aus dimakan oleh masa. Meski bertahun-tahun telah berlalu sejak awal kemunculannya, membaca novel ini sekarang tetap mampu membuat kita turut tersipu malu ketika mengikuti rangkaian ceritanya. Galih dan Ratna, pasangan yang akan membuat kita jatuh cinta lagi dan lagi dengan kepolosan dan kemurnian cinta yang ditunjukkan oleh keduanya.

Pada bagian awal bab novel ini, terdapat potongan narasi yang berisi tentang keresahan hati seorang wanita yang merasa terabaikan. Narasi tersebut disajikan lewat sudut pandang Ratna untuk megambarkan sosok Galih, tentang betapa dinginnya sosok laki-laki misterius itu. Potongan narasi tersebut dapat menjadi pengantar bagi pembaca untuk menyelami rangkaian peristiwa yang disajikan kemudian.

Mengherankan! Seorang pemuda tampan acuh kepadaku. Kepada Ratna Sumiar, gadis cantik yang tak pernah absen digandrungi lelaki! Apakah ia tak normal? Sampai tidak tertarik sama sekali akan kecatikanku seperti pria lainnya? Ratna tersentak ketika mendengar detak sepatu memasuki kelas. Ratna segera menoleh. Ternyata… si acuh itu! Pandangan keduanya beradu! Ratna hendak melemparkan senyum mautnya, tetapi lelaki itu cepat-cepat berpaling, berjalan menunduk menuju bangkunya. Menyimpan tas, lalu bergegas keluar lagi.

Novel ini bercerita tentang Ratna Sumiar Sastroatmojo, seorang gadis Jawa asal Yogyakarta yang berasal dari lingkung keluarga dengan adat tradisi yang kental. Memasuki jenjang kelas 2 SMA, Ratna bersama keluarganya memutuskan untuk pindah ke Bandung.

Di sekolah barunya, Ratna menempati kelas dua sos satu. Tidak butuh waktu lama baginya untuk dikenal, kecantikan yang membingkai wajahnya mampu membuatnya menjadi primadona di hari pertama kehadirannya di sekolah. Namun, ada satu hal membuat Ratna resah dan terus mengganggu pikirannya. Tidak seperti para murid pria lainnya yang terus berbisik memuji kecantikannya, seorang pemuda yang duduk di bangku paling belakang justru tampak tidak terusik sama sekali dengan kehadirannya.

Dia adalah Galih Rakasiwi. Seorang pemuda tampan berdarah Sunda dengan rambut agak gondrong, bertubuh tinggi semampai, dan selalu berpakaian rapi. Berkali-kali Ratna merasa heran pada pemuda itu, pemuda yang setia mengendarai sepeda ke sekolah di saat teman-temannya yang lain telah menggunakan sepeda motor. Pemuda itu seakan-akan tidak pernah tertarik padanya, menganggapnya seolah angin lalu, sungguh dingin. Bahkah, ketika mereka terlibat dalam suatu percakapan, Galih hanya berbicara seadanya, tetap dingin, dan beberapa pilihan katanya terasa tajam di telinga Ratna. Gaya bicara Galih padanya tidak seperti gaya bicaranya pada teman-temannya yang lain, penuh keakraban.

Keresahan tersebut membuat Ratna semakin penasaran dan terus berusaha untuk mendekati Galih, mulai dari bertanya jadwal pelajaran hingga meminjam buku catatan. Tanpa disadari, rasa penasaran yang tumbuh di hati Ratna perlahan-lahan mekar menjadi sebuah perasaan cinta. Namun, Galih adalah Galih, seorang pemuda yang selalu tampak acuh di mata Ratna.

Suatu hari, ketika banyak siswa laki-laki yang menawarkan diri untuk mengantar Ratna pulang dengan sepeda motor, Ratna menolaknya. Gadis itu justru menghampiri Galih dan memintanya untuk mengantarnya dengan sepeda. Namun, siapa sangka Galih menolak permintaan Ratna. “Kau akan malu,” begitu katanya. Kata-kata itu cukup membuat Ratna tertohok.

Hati seseorang siapa tahu. Tampaknya kata-kata itu cocok disematkan pada Galih. Pemuda yang terlalu perasa itu sesungguhnya tidak bermaksud bersikap dingin dan angkuh, tidak pula bermaksud mengabaikan Ratna. Berkali-kali Galih berusaha mencuri pandang ke arah Ratna ketika gadis itu tidak menyadarinya. Berkali-kali pula Galih merasakan kesal dan sesak di dadanya ketika melihat Ratna diantar pulang oleh pemuda lain dengan mengendarai motor. “Ratna akan malu,” pikiran itu yang membuat Galih seolah menutup diri dan membatasi dirinya dengan Ratna.

Waktu terus bergulir. Akhirnya, dinginnya batu es di hati Galih mulai mencair. Pada beberapa kesempatan, Galih bersedia mengantarkan Ratna pulang setelah dialog berulang yang tercipta di antara keduanya setiap kali Ratna meminta Galih untuk menemaninya pulang. “Galih, kau mau mengantarku pulang?” tanya Ratna. Dan Galih akan menjawab, “Kalau Nana mau kuantar.” Meski dikatakan mengantar, Galih mengiringi Ratna pulang dengan berjalan kaki, ia tetap bersikeras menolak membonceng Ratna karena takut bahwa gadis itu akan merasa malu.

Galih dan Ratna akhirnya menjalin suatu hubungan. Namun, kedekatan mereka ternyata memicu percikan api cemburu di hati Christian. Akibatnya, sekelompok orang menyerang Galih lantas memukulinya. Namun, dengan jiwa ksatria yang dimilikinya, Galih menolak untuk memperpnjang masalah ini meskipun ia telah didesak teman-temannya.

Galih dan Ratna menjalani hari-hari bersama dengan penuh kebahagiaan. Namun, memasuki tahun ajaran baru, sesuatu yang tak terduga terjadi. Hubungan keduanya tercium oleh Ayah Ratna. Setelah mengetahui bahwa Galih berasal dari suku Sunda, sang ayah menentang keras hubungan keduanya. Ia bahkan melarang Ratna untuk pergi ke sekolah agar tidak dapat bertemu dengan Galih. Keputusan tersebut berujung pada kesepakatan bahwa Galih menerima untuk pindah kelas agar Ratna dapat kembali masuk ke sekolah.

Waktu pun berlalu, hari kelulusan telah tiba dan Ratna akan kembali ke Yogya. Keduanya diliputi perasaan cemas berlebih dan rasa takut kehilangan yang teramat. Semalam sebelum Ratna dijadwalkan kembali ke Yogya, mereka bertemu, saling mencurahkan tangisan dalan saling mendoakan. Pada pertemuan itu, Ratna memberikan titipan surat dari Mbak Ning untuk Galih. Sesungguhnya, apakah isi titipan surat tersebut? Akankah surat tersebut mencegah kepergian Ratna?

Pada bagian ketiga belas terdapat kata-kata yang bermakna cukup dalam. “Kalau senja amat indah nan cerah. Tiba-tiba datang angin kencang. Berguguran daun-daun di dahan. Berjatuhan hancur tak tertahan.” Kata-kata tersebut mewakili kisah tragis yang dialami oleh Galih dan Ratna, tentang sebuah cobaan yang memporak-porandakan kebahagiaan yang telah tertata sebelumnya. Sungguh mengharukan, bukan?

Bahasa yang digunakan Eddy D. Iskandar dalam novel yang terdiri atas empat bagian ini adalah bahasa yang ringan dan mudah dipahami. Alur yang sederhana dan mengalir membuat pembaca seakan menjadi pengamat langsung dan turut serta dalam berbagai rangkaian peristiwa yang dialami Galih dan Ratna. Selain itu, penggambaran karakter yang polos dan apa adanya mampu membuat pembanya tersipu malu ketika membacanya. Hanya saja, pada beberap bagian alurnya tekesan terlalu cepat. Namun tentunya hal tersebut tidak menutupi berbagai kelebihan dari novel ini. Tertarikkah Anda untuk membacanya? Sungguh, tidak akan rugi untuk memiliki novel Gita Cinta dari SMA karena tidak akan membuah Anda untuk bosan membacanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Munadi Book

Munadi Book merupakan sebuah blog yang menyediakan informasi tentang buku bagi para pengunjung yang ingin membeli buku. Informasi mengenai buku-buku yang ada di blog ini terdiri dari berbagai jenis kategori. Terima kasih sudah mencari dan akhirnya membeli buku melalui blog ini.




Komentar

Kontak

Nama

Email *

Pesan *